Jurnalkitaplus - Proyek mercusuar era Presiden Joko Widodo, Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh), kembali menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa utang proyek tersebut kini membebani neraca keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Direktur Utama PT KAI, Bobby Rasyidin, bahkan menyebut proyek ini sebagai “bom waktu” saat rapat dengan Komisi VI DPR pada Agustus 2025 lalu.
KAI dan Danantara Cari Jalan Keluar
Bobby menyebut pihaknya sedang berkoordinasi dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk mencari solusi utang proyek tersebut. Menurut Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria, suntikan modal menjadi salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan karena beban pinjaman proyek Whoosh terlalu besar dibandingkan ekuitas perusahaan.
Selain itu, opsi menjadikan sebagian infrastruktur Whoosh sebagai aset milik negara (BLU) juga dibahas agar keberlangsungan proyek tetap terjaga. “Intinya, kita ingin KCIC tetap berjalan dengan baik tanpa mengorbankan stabilitas keuangan BUMN,” ujar Dony.
Pemerintah Tegas: Tak Ada APBN untuk Bayar Utang
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menggunakan dana APBN untuk melunasi utang proyek Whoosh. Ia menilai selama struktur pembayaran tertata dan transparan, pihak pemberi pinjaman seperti China Development Bank (CDB) tidak akan mempermasalahkan.
Purbaya juga memastikan bahwa Danantara memiliki kapasitas untuk menambal utang yang ditaksir mencapai Rp2 triliun per tahun, namun menolak opsi penggunaan dividen BUMN untuk pelunasan. “Dividen bukan untuk bayar utang, tapi untuk investasi,” tegas Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir.
Luhut Ambil Alih Koordinasi
Situasi kian serius hingga Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Panjaitan, turun tangan. Ia mengaku sudah lama berkoordinasi dengan pihak China terkait restrukturisasi utang proyek tersebut. Menurut Luhut, kesepakatan restrukturisasi sebenarnya sudah tercapai sebelum pergantian pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo pada 2024, namun tertunda karena transisi kepemimpinan.
Untuk mempercepat penyelesaian, Presiden Prabowo Subianto disebut akan membentuk tim khusus melalui Keputusan Presiden (Keppres) guna menuntaskan polemik utang Whoosh ini.
Detail Utang dan Struktur Konsorsium
Berdasarkan laporan keuangan 2022 yang diaudit oleh RSM, total biaya proyek Whoosh mencapai US$ 7,26 miliar atau sekitar Rp119,79 triliun, termasuk pembengkakan biaya sebesar US$ 1,21 miliar. Sebagian besar dana proyek berasal dari pinjaman CDB dengan bunga rata-rata 3,3% dan tenor hingga 45 tahun.
Skema pembiayaan proyek dibagi 75% pinjaman dan 25% ekuitas. Konsorsium Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), memegang 60% saham, sedangkan Beijing Yawan HSR Co. Ltd asal China memiliki 40%. Dalam PSBI, porsi KAI mencapai 58,53%, disusul Wijaya Karya 33,36%, Jasa Marga 7,08%, dan PTPN I 1,03%.
Neraca PSBI Masih Berdarah
Per Juni 2025, PSBI tercatat memiliki aset Rp27,39 triliun dengan kewajiban Rp18,93 triliun dan mencatat kerugian Rp1,62 triliun. Meskipun lebih baik dari tahun sebelumnya, kondisi keuangan konsorsium masih rentan. Sementara sinking fund proyek menurun dari Rp1,73 triliun di 2024 menjadi Rp1,38 triliun pada pertengahan 2025.
Dengan bunga tahunan sekitar US$ 74,5 juta atau Rp1,2 triliun, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kini menjadi ujian besar bagi stabilitas keuangan BUMN transportasi Indonesia — sekaligus pengingat bahwa di balik kecepatan, ada beban berat yang harus dikejar bersama. (FG12)
Sumber: CNBC Indonesia

